Penari Cantik Asal Bombana Guncang Taman Ismail Marzuki Lewat Tarian Lumense
INFOBOMBANA. COM, WISATA– Syahdan, gerakan tari diiringi gendang berirama khas telah berhasil diperagakan para penari asal Kabupaten Bombana di Cikini, bukota negara. Namanya Tari Lumense. Jenis tarian asal Tokotua pulau Kabaena ini mampu menggelegar hingga mengguncang panggung Maestro IV. Sebuah pergelaran seni pertunjukan tradisi Nusantara yang diselenggarakan oleh kalangan produsen musik, seni dan Kementerian terkait yang dihelat di Teater Wahyu Sihombing Taman Ismaii Marzuki Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Sebanyak 10 penari nampak begitu gesit dan lincah menyajikan tarian ini. Saking lincahnya, seolah menghipnotis para tetamu yang hadir di event ini untuk benar-benar memperhatikan setiap gerakan mereka. Belum lagi soal variasi pukulan bedug dan busana tari yang mencolok membuat mata khalayak enggan berkedip.
Tari diperagakan dengan menyediakan pohon pisang dan parang yang merupakan media yang digunakan leluhur jaman dulu untuk melakukan persembahan, mengobati ragam lenyakit hingga mengusir roh jahat.
Dari sekian banyak jenis tarian di Kabupaten Bombana, ternyata Tari Lumense yang kerap ditonjolkan sebagai ikon seni daerah. Sebab, jenis tarian ini merupakan salah satu pilihan terbaik dan memiliki makna mendalam tentang budaya di bumi munajah.
Sebelumnya, Tari Lumense telah ditampilkan di Istana Negara dan dipersembahkan dalam bentuk kolosal. Tarian ini mampu memukau hati Presiden RI Joko Widodo serta mengalihkan suasana dan perhatian publik dalam perayaan Upacara HUT Kemerdekaan RI di tahun 2023.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bombana, Anisa Sri Prihatin menjelaskan, Panggung Maestro-IV adalah pergelaran seni pertunjukan tradisi Nusantara yang diselenggarakan oleh Yayasan Bali Purnati bersama Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Kata Anisa, acara tersebut juga mendapat dukungan dari PT Pertamina (Persero), PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Bombana, PT Bluebird Group, Perkumpulan Cahayo Hati Limpapeh, dan Yayasan Taut Seni dan Bumi Purnati Indonesia.
Menurutnya, acara tetsebut bukan hanya ajang pertunjukan seni yang spektakuler, tetapi juga momentum penting bagi Bombana untuk memperluas promosi pariwisatanya,
“Semangat kolaborasi antara pemerintah daerah, seniman, dan masyarakat telah menjadikan Maestro 2024 sebagai sarana yang kuat untuk mempererat keberagaman budaya Indonesia dan mempromosikan keunikan daerah kita di kancah nasional,” jelas Anisa Sri Prihatin.
Mantan Kadis Balitbang Bombana ini menyatakan rasa bangga dan terima kasih atas kesempatan untuk memperkenalkan kekayaan budaya Bombana di acara sebesar Panggung Maestro-IV.
“Ini adalah kesempatan emas bagi kita untuk berbagi keindahan alam dan kekayaan budaya kepada seluruh Indonesia. Maestro 2024 adalah platform yang sempurna untuk melakukannya,” ujar wanita alumnus STPDN Angkatan 03.
Dengan penampilan Tari Lumense di acara tersebut, Anisa Sri Prihatin berharap untuk menarik lebih banyak perhatian dan kunjungan ke Bombana, memperkaya pengalaman wisatawan dengan keunikan budaya dan keindahan alam yang dimiliki daerah tersebut.
“Maestro 2024 telah menjadi panggung bagi Kabupaten Bombana untuk tidak hanya menampilkan, tetapi juga merayakan keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Semoga acara ini menandai era baru dalam promosi budaya dan pariwisata di Kabupaten Bombana, sehingga dapat mengundang mata dunia untuk menyaksikan dan mengalami langsung keunikan yang ditawarkan oleh kabupaten yang kaya akan tradisi ini,” tutup Anisa Sri Prihatin,
Untuk diketahui, Sumber: (WikipediA) Tari Lumense atau Tarian Lumense adalah tarian yang berasal dari Tokotu’a, Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Kata lumense sendiri berasal dari bahasa daerah setempat yakni “lumee” yang berarti Mengais dan e’ense yang berarti Loncat. Jadi, lumense bisa diartikan mengais dengan meloncat-loncat. Tari lumense sendiri berasal dari kecamatan Kabaena. Suku Moronene merupakan penduduk asli dari wilayah ini. Nenek moyang suku ini adalah bangsa melayu tua yang dating dari hindia belakang pada zaman pra sejarah. Secara geografis, Kabaena merupakan pulau terbesar setelah Buton dan Muna di Sulawesi tenggara.
Asal usul
Pada masa lalu Tari Lumense dilakukan dalam ritual pe-olia, yaitu ritual penyembahan kepada roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri). Lokasi untuk melakukan Tari Lumense adalah di tempat yang disebut “Tangkeno Mpeolia” yang terletak di kaki gunung Sangia Wita di Desa Wisata Tangkeno. Ritual ini dimaksudakan agar kowonuano berkenan mengusir segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan pohon pisang.
Dulu, tidak sembarang orang yang dapat memainkan tarian ini, tapi berdasarkan garis keturunan yang disebut “Wolia”. Saat tari dilakukan, penari mengalami kesurupan atau yang disebut dengan “wowolia” dan tak akan berhenti sampai semua pohon pisang ditebas, demikian juga dengan pemukul gendangnya harus berdasarkan garis keturunan. sejak islam masuk di Tokotu’a tari Lumense mulai dilarang terkait dengan persembahan terhadap roh halus. Sekarang ini Tarian Lumense yang sering dipertunjukkan adalah hasil dari “modifikasi” beberapa seniman Tokotu’a untuk melestarikan tarian tersebut walau dengan menghilangkan unsur “roh halus” termasuk gerakan-gerakannya dan sekarang lebih dikenal sebagai Tari Penyambutan
Dikisahkan oleh Ketua Lembaga Adat Moronene- Tokotu’a bapak Abdul Madjid Ege bahwa Zaman dahulu kala Kabaena diserang berbagai macam bencana alam dan penyakit yang tak kunjung bisa disembuhkan, kemudian seorang Pertapa setelah melakukan pertapaan selama berhari- hari di gunung Sangia Wita mendapatkan petunjuk dari “kowonuano” yang menuntunnya melakukan gerakan- gerakan “aneh” yang kemudian dikenal sebagai gerakan- gerakan dalam Tari Lumense. Olehnya itu Tarian Lumense dikategorikan sebagai tari yang “ditemukan” sehingga itu menjadi keunikan tersendiri dibanding tari-tarian lain yang pada umumnya “diciptakan” sebagai sarana hiburan.
Gerakan
Tari Lumense merupakan salah satu tradisi masyarakat Tokotu’a atau Kabaena, Kabupaten Bombana dalam menyambut tamu pada pesta-pesta rakyat. Tarian ini dilakukan oleh kelompok perempuan yang berjumlah 12 orang, 6 orang berperan sebagai laki-laki dan 6 lainnya berperan sebagai permepuan. Para penari menggunakan busana adat Tokotu’a atau Kabaena. Untuk para penari yang berperan sebagai perempuan memakai rok berwarna merah maron dan atasan baju hitam. Baju ini disebut dengan taincombo dengan bagian bawah baju mirip ikan duyung. Untuk penari yang berperan sebagai laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang merah. Kelompok laki-laki memakai korobi (sarung parang dari kayu) yang disandang di pinggang
Tarian ini diawali dengan gerakan maju mundur, bertukar tempat kemudian membentuk konfigurasi huruf Z lalu berubah menjadi S, gerakan yang ditampilkan merupakan gerakan yang dinamis yang disebut moomani atau ibing. Klimaks dari tarian ini adalah ketika para penanari terus melakukan moomani kemudian menebaskan parang kepada pohon pisang, sampai pohon pisang itu jatuh bersamaan ke tanah. Penutup dari tarian ini adalah para penari membentuk konfigurasi setengah lingkaran sambil saling mengaitkan tangan lalu menggerakannya naik turun sambil mengimbangi kaki yang maju mundur. Tarian ini diiringi oleh musik yang berasal dari alat music gendang dan gong besar (tawa-tawa) dan gong kecil (ndengu-ndengu). Untuk mengiringi tarian ini hanya dibutuhkan tiga orang penabuh alat music tersebut sementara dalam memainkan tarian ini dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai property pendukung.
Leave a Reply