Implikasi Hukum Pilkada Serentak Nasional pada Tahun 2024
RPJMD tersebut menjadi pedoman perencanaan pembangunan daerah selama 5 tahun yang seharusnya mengikuti masa jabatan kepala daerah. Persoalan yang muncul adalah kepala daerah hasil pilkada 2020 lalu hanya menjabat kurang lebih 3,5 tahun .
Pertanyaannya, apakah waktu 3,5 tahun tersebut cukup untuk melaksanakan janji politik yang sudah tertuang dalam RPJMD? Apakah Plt. Kepala Daerah mampu memahami ide dan konsep pembangunan yang di susun oleh Kepala Daerah yang di gantinya?
Selanjutnya, implikasi penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan dalam pengisian Plt. Kepala Daerah. Beberapa partai besar khususnya partai penguasa akan diuntungkan jika Pilkada 2022 dan 2023 diadakan pada 2024. Partai yang akan diuntungkan adalah partai penguasa. Plt. Kepala Daerah akan dipersiapkan jauh-jauh hari untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah di daerah, sehingga kepala daerah Plt. akan bekerja tegak lurus pada sumber kekuasaan dan dapat berdampak pada politisasi PNS atau ASN. Penulis meragukan kepala daerah Plt. bisa bersikap netral.
Pengalaman dalam pilkada Kota Makassar yang lalu, pejabat Plt. sempat digonta-ganti dalam kurung waktu hanya satu bulan, indikasinya ditengarai akibat adanya campur tangan partai pengusung demi memenangkan calon tertentu. Tentu dalam politik tidak ada yang gratis, harus saling menguntungkan. Maka bukan tidak mungkin Plt. Kepala Daerah akan bekerja untuk agenda kepentingan Pilpres 2024. Untuk itu, demi pelaksanaan pilkada yang logis, jujur, adil dan demokratis, semestinya pilkada serentak nasional tidak dilaksanakan pada tahun 2024, guna menghindari kekacauan dan kegaduhan dalam sistem pilkada kita. Desain pilkada serentak nasional pada 2027 jauh lebih ideal dan sejalan dengan konstruksi ketatanegaraan kita.
Daerah-daerah yang akhir masa jabatan kepala pemerintahannya pada 2022 dan 2023 tetap diselenggarakan pilkada pada 2022 dan 2023. Untuk daerah yang melaksanakan pilkada pada 2020, kepala daerah terpilih tetap menjabat selama lima tahun sampai akhir masa jabatannya. Dengan demikian, penjabat Plt. pun tidak terlalu lama mengisi posisi yang mestinya dipegang oleh kepala daerah definitif hasil pemilihan langsung oleh rakyat.
Oleh: Rusdianto Sudirman, S.H,M.H
(Penulis adalah pengajar Hukum Tata Negara IAIN Parepare)
1 Komentar