Berebut Tahta di Pilkada Bombana Tanpa Incumbent
Kesempatan ini menjadi peluang besar bagi para calon untuk beradu kekuatan politik. Sebanyak 8 Partai politik yang melenggang ke kursi parlemen Bombana pun memaksimalkan survey untuk menentukan siapa dan bagaimana kriteria para kontestan untuk diusung atau pun didukung pada kontestasi Pilkada kali ini.
Para pendatang baru pun akan memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin untuk setidaknya meloloskan diri sebagai calon tetap dan berjuang mati-matian menjadi pemenang di Pilkada Bombana. Mereka pun memiliki titik keunggulan dan kelemahan masing-masing, dan hanya perlu memperkuat kuku dan memenuhi kriteria untuk bisa tampil bertarung di Pilkada Bombana.
Kembali ke pembahasan terkait Incumbent, dikutip dari media Tirto.id, istilah kata Incumbent ternyata memiliki arti yang bervariasi, yakni pada sisi bisnis maupun politik. Pada segi bisnis, istilah ini didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan yang sudah maju untuk secara dinamis mengubah usia, ukuran, dan tradisi menjadi keunggulan utama kekuatan pasar, hubungan terpercaya dan wawasan mendalam.
Adapun dalam konteks Pilkada, sosok yang disebut sebagai petahana atau incumbent adalah kepala daerah seperti bupati, wali kota, ataupun gubernur yang sedang menjabat ikut dalam pemilihan dan bersaing dengan kandidat lain agar kembali terpilih.
Selain itu, dikutip dari situs rumahpemilu.org, incumbent juga sudah membangun relasi politik lebih awal ke berbagai organisasi maupun masyarakat selama berkuasa. Maka dari itu, jika diakumulasi, maka petahana memiliki modal politik lebih unggul dibandingkan kandidat lainya. Indonesia baru mengenal incumbent dalam konteks Pilkada mulai 2010. Landasan hukumnya adalah Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Isinya menyebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama tidak harus mundur dari jabatannya.
Mereka hanya perlu cuti dalam masa kampanye dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. Meskipun banyak kritikan karena dianggap bias demokratis, tetapi pola Pilkada dan Pilpres di Indonesia masih menganut incumbent.
1 Komentar